Max Weber

Biografi Max Weber
Max Weber 

Sketsa Biografis
Max Weber lahir di Erfurt, Jerman, pada 21 April 1864, dalam suatu keluarga kelas menengah (Radkau, 2009). Perbedaan-perbedaan penting di antara kedua orangtuanya mempunyai efek yang mendalam baik kepada orientasi intelektualnya maupun perkembangan psikologisnya. Ayahnya adalah seorang birokrat yang berhasil mencapai posisi politis yang lumayan penting. Dia jelas-jelas bagian dari kemapanan politis sehingga menjauhi segala kegiatan atau idealisme yang membutuhkan pengorbanan pribadi atau mengancam posisinya di dalam sistem. Selain itu, Weber senior adalah seorang pria yang menikmati kesenangan-kesenangan duniawi, dan dalam hal ini dan banyak hal lain dia bertentangan secara tajam dengan istrinya. Ibu Weber adalah seorang Calvinis yang taat, seorang wanita yang berusaha menjalani kehidupan asketik yang meninggalkan sebagian besar kesenangan yang sangat digandrungi oleh suaminya. Perhatian wanita itu lebih tertuju kepada dunia lain; dia gundah dengan berbagai ketidaksempurnaan yang merupakan tanda-tanda bahwa dia tidak ditakdirkan untuk selamat. Perbedaan-perbedaan yang mendalam diantara kedua orangtuanya itu menimbulkan ketegangan perkawinan. Perbedaan dan ketegangan itu mempunyai dampak yang sangat besar kepada Weber.

Karena tidak mungkin mengikuti kedua orangtuanya secara sekaligus, sebagai anak Weber dihadapkan pada suatu pilihan yang jelas (Mariane Weber, 1975:62). Mula-mula tampaknya dia memilih mengikuti orientasi kehidupan ayahnya, tetapi belakangan dia semakin mendekat kepada jalan yang ditempuh ibunya. Apapun pilihannya, ketegangan yang dihasilkan oleh perlunya memilih di antara kutub yang bertentangan itu, mempengaruhi secara negatif jiwa Max Weber.

Pada usia 18, Max Weber untuk sementara waktu meninggalkan rumahnya untuk kuliah di Universitas Heidelberg. Weber memperlihatkan perkembangan intelektual yang cepat, tetapi pada level sosial dia memasuki Heidelberg dengan rasa malu dan tidak begitu berkembang. Akan tetapi, hal itu cepat berubah setelah dia tertarik ke cara hidup ayahnya dan bergabung dengan kelompok persaudaraan duel ayahnya. Di dalam kelompok itu, Weber berkembang secara sosial, sebagian paling tidak karena banyaknya bir yang dia tegak bersama teman-teman sebayanya. Selain itu, dia dengan bangga memperlihatkan parut-parut luka duel yang merupakan cap persaudaraan tersebut. Weber tidak hanya mewujudkan identitasnya dengan cara hidup ayahnya dalam hal-hal itu, tetapi juga memilih karier ayahnya, setidaknya untuk sementara—hukum.

Setelah menempuh tiga semester perkuliahan, Weber meninggalkan Heidelberg untuk tugas militer, dan pada 1884, dia kembali ke Berlin dan ke rumah orangtuanya, kuliah di Universitas Berlin. Dia tetap di sana selama sebagian besar dari delapan tahun berikutnya. Selama itu dia menyelesaikan studinya, memperoleh gelar Ph.D., menjadi seorang pengacara (lihat Turner dan Factor, 1994, untuk diskusi mengenai dampak pemikiran hukum kepada teorisasi Weber), dan mulai mengajar di Universitas Berlin. Di dalam proses itu, perhatianya beralih lebih banyak kepada masalah-masalah yang ditekuninya seumur hidup—ekonomi, sejarah, dan sosiologi. Selama delapan tahun di Berlin, Weber bergantung secara finansial kepada ayahnya. Keadaan itu membuatnya semakin tidak senang. Pada saat yang sama, dia semakin dekat kepada nilai-nilai ibunya, dan semakin antipati kepada ayahnya. Dia menganut kehidupan asketis dan semakin membenamkan diri kedalam pekerjaannya. Contohnya, selama satu semester ketika masih mahasiswa, kebiasaan kerjanya dilukiskan sebagai berikut: Dia terus menjalankan disiplin kerja yang kaku, mengatur hidupnya dengan jam, membagibagi rutinitas kesehariannya ke dalam bagian-bagian yang saksama untuk berbagai topik. Dia menjaga kesehatannya dengan caranya sendiri dengan memakan daging sapi mentah yang dicincang dan empat telur dadar setiap petang di kamarnya (Mitzman, 1969/1971:48; Mariane Weber, 1975:105). Demikian, dengan mengikuti ibunya, Weber telah menjadi seorang pekerja yang komplusif, asketik, dan rajin—di dalam istilah masa kini dia adalah seorang workaholic (gila kerja).

Dorongan kuat untuk bekerja itu pada 1896 menghasilkan jabatan sebagai profesor ekonomi di Heidelberg. Akan tetapi, pada 1897, ketika karier akademik Weber sedang mekar, ayahnya meninggal setelah pertentangan keras di antara mereka. Tidak lama setelah itu Weber mulai memperlihatkan gejala-gejala yang berpuncak pada kemacetan saraf. Sering tidak bisa tidur atau bekerja, Weber menghabiskan enam hingga tujuh tahun dalam keadaan keambrukan total.

Setelah jeda yang panjang, sebagian tenaganya mulai pulih pada 1903, tetapi baru pada 1904 Weber mampu memulai kembali ke kehidupan akademik yang aktif, ketika itulah dia menyampaikan kuliah pertamanya setelah enam setengah tahun berlalu (di Amerika Serikat). Pada 1904 dan 1905, dia menerbitkan salah satu karya terbaiknya yang paling terkenal, The Protestant Ethic and The Spirit of Capitalism. Di dalam karya itu, Weber mengumumkan dominasi agama ibunya pada level akademik. Weber mencurahkan banyak waktunya untuk mempelajari agama, meskipun dia secara pribadi tidak agamis.

Meskipun dia terus didera oleh masalah-masalah psikologis, setelah 1904 Weber mampu berfungsi, benar-benar menghasilkan salah satu karyanya yang terpenting. Pada tahun-tahun itu, Weber menerbitkan studi-studinya atas agama-agama dunia dalam perspektif historis-dunia (misalnya, agama Cina, India, dan Judaisme kuno). Pada saat kematiannya (14 Juni 1920) dia sedang mengerjakan karyanya yang paling penting, Economy and Society (1921/1968). Meskipun buku itu diterbitkan, dan berikutnya diterjemahkan ke dalam banyak bahasa, buku itu belum selesai.

Selain menghasilkan tulisan-tulisan yang sangat banyak dalam periode tersebut, Weber melaksanakan sejumlah kegiatan lain. Dia membantu mendirikan Masyarakat Sosiologis Jerman pada 1910. Rumahnya menjadi pusat jajaran luas intelektual, termasuk para sosiolog seperti Georg Simmel, Robert Michel, dan saudaranya, Alfred Weber, dan juga filsuf dan kritikus sastra Georg Lukacs (Scaff, 1989:186-222). Selain itu, Max Weber aktif secara politis dan menulis esai-esai mengenai isu-isu pada masa itu.

Ada suatu ketegangan di dalam kehidupan Weber dan, yang lebih penting lagi, di dalam karyanya, di antara pikiran birokratis, yang diwakili oleh ayahnya, dan religiositas ibunya. Ketegangan yang tidak terpecahkan itu meresapi Weber sebagaimana kehidupan pribadinya.


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini 

Biografi dan Pemikiran Max Weber (Bagian 1) (Youtube Link. https://youtu.be/s6sdmyiFMNA)
Biografi dan Pemikiran Max Weber (Bagian 2) (Youtube Link. https://youtu.be/5qt_j_sQhCQ) 

Teori
1. Tokoh-Tokoh yang Mempengaruhi Perkembangan Ilmu Sosiologi
2. Teori-Teori Sosiologi Sesudah Comte: Mazhab Ekonomi
3. Max Weber. Etika Protestan dan Semangat Kapitalisme
4. Max Weber. Metodologi: Sejarah dan Sosiologi
5. Max Weber. Sosiologi Substantif
6. Max Weber. Verstehen dan Kausalitas
7. Max Weber. Tindakan Sosial
8. Max Weber. Rasionalisasi
9. Paradigma Sosiologi. Definisi Sosial
10. Max Weber. Struktur-Struktur Otoritas
11. Weber dan Teori Tindakan
12. Max Weber. Tipe-Tipe Ideal
13. Pokok Bahasan Sosiologi
14. Weber dan Teori Tindakan

15. Max Weber. Tipe-Tipe Rasionalitas
16. Max Weber. Tentang Nilai-nilai
17. Max Weber. Kelas, Status, dan Partai
18. Max Weber. Rasionalitas Formal dan Substantif  
19. Max Weber. Rasionalisasi di dalam Berbagai Latar Sosial

Sumber.
Ritzer, George. 2012. Teori Sosiologi; Dari Sosiologi Klasik Sampai Perkembangan Terakhir Postmodern. Pustaka Pelajar. Yogyakarta.

Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Max Weber "