Nasiruddin Ath-Thusi. Riwayat Hidup

Riwayat Hidup Nasiruddin Ath-Thusi
Nasiruddin Ath-Thusi
Nama lengkap Nasiruddin Ath-Thusi adalah Khwajah Nasir Ad-Din Abu Ja’far Muhammad ibn Muhammad ibn Hasan. Ia seorang sarjana yang mahir dalam bidang ilmu pengetahuan matematika, astronomi, dan politik. Nama panggilannya Ath-Thusi karena lahir di kota Thus pada tahun 597 H/1201 M.

Ilmuwan serba bisa (multitalented) merupakan julukan (laqob) yang pantas disandang Nasiruddin Ath-Thusi. Sumbangannya bagi perkembangan ilmu pengetahuan modern sungguh tidak ternilai besarnya. Selama hidupnya, ilmuwan Muslim dari Persia itu mendedikasikan diri untuk mengembangkan beragam ilmu, seperti astronomi, biologi, kimia, matematika, filsafat, kedokteran, hingga ilmu agama Islam.

Nasiruddin Ath-Thusi lahir pada awal abad ke-13 M ketika dunia Islam tengah mengalami masa-masa sulit. Pada era itu, kekuatan militer Mongol yang begitu kuat menginvasi wilayah kekuasaan Islam yang sangat luas. Kota-kota Islam dihancurkan dan penduduknya dibantai habis tentara Mongol dengan sangat kejam. Hal itu dipertegas J.J. O’Connor dan E.F. Robertson, bahwa pada masa itu dunia diliputi kecemasan. Hilangnya rasa aman dan ketenangan itu membuat banyak ilmuwan sulit mengembangkan ilmu pengetahuan. Nasiruddin Ath-Thusi pun tidak dapat mengelak dari konflik yang melanda negerinya. Sejak kecil, ia digembleng ilmu agama oleh ayahnya yang berprofesi sebagai seorang ahli hukum di Sekolah Imam Keduabelas.

Selain itu, Nasiruddin Ath-Thusi mempelajari fiqh, ushul, hikmah dan kalam, terutama Isyarat Ibnu Sina, dari Mahdar Farid Ad-Din Damad, dan matematika dari Muhammad Hasib, di Nishapur. Kemudian, ia pergi ke Baghdad. Di sana ia mempelajari ilmu pengobatan dan filsafat dari Qutb Al-Din, matematika dari Kamal Al-Din ibn Yunus, dan fiqh serta ushul dari Salim Ibn Badran.

Pada tahun 1220 M, invasi militer Mongol telah mencapai Thus dan kota kelahiran Nasiruddin Ath-Thusi pun dihancurkan. Ketika situasi keamanan tidak menentu, penguasa Ismailiyah Nasiruddin ‘Abdurrahman mengajak sang ilmuwan untuk bergabung. Tawaran itu tidak disia-siakannya. Nasiruddin Ath-Thusi pun bergabung menjadi salah seorang pejabat di istana Ismailiyah. Selama mengabdi di istana itu, Nasiruddin Ath-Thusi mengisi waktunya untuk menulis beragam karya yang penting tentang logika, filsafat, matematika, dan astronomi. Karya pertamanya adalah kitab Akhlaq-i Naisir yang ditulisnya pada 1232 M.

Pasukan Mongol yang dipimpin Hulagu Khan –cucu Chinggis Khan– pada tahun 1251 M akhirnya menguasai Istana Alamut dan meluluhlantakkannya. Nyawa Nashiruddin selamat karena Hulagu ternyata sangat menaruh minat terhadap ilmu pengetahuan. Meski Hulagu dikenal bengis dan kejam, namun Nashiruddin diperlakukan dengan penuh hormat. Dia pun diangkat oleh Hulagu menjadi penasehat di bidang Ilmu Pengetahuan. Meskipun telah menjadi penasehat pasukan Mongol, Nashiruddin tidak mampu menghentikan ulah dan kebiadaban Hulagu  Khan yang membumihanguskan kota metropolis intelektual dunia, yaitu kota Baghdad pada tahun 1258 M. Terlebih lagi di saat itu, dinasti Abbasiyah berada dalam kekuasaan Khalifah Al-Musta’sim yang lemah. Terbukti bahwa militer Abbasiyah tak mampu membendung gempuran pasukan Mongol.
Meskipun tak mampu mencegah terjadinya serangan bangsa Mongol, paling tidak Nashiruddin bisa menyelamatkan diri dan masih berkesempatan untuk mengembangkan ilmu pengetahuan yang dimilikinya. Hulagu sangat bangga sekali karena berhasil menaklukkan Baghdad dan lebih bangga lagi karena ilmuan terkemuka seperti Ath-Thusi bisa bergabung bersamanya paparan O’Connor dan Robertson dalam tulisannya tentang Sejarah Nashiruddin sebagaimana dalam tulisan Heri Ruslan.

Hulagu sangat senang sekali ketika Nashiruddin mengungkapkan rencananya untuk membangun Observatorium di Maragha. Saat itu, Hulagu telah menjadikan wilayah Maragha yang berada wilayah Azerbaijan sebagai ibu kota pemerintahannya. Pada tahun 1259 M. Nashiruddin pun mulai membangun Observatorium yang megah. Jejak dan bekas bangunan observatorium itu masih ada dan dapat kita jumpai sampai sekarang ini.  Observatorium Maragha mulai beroperasi pada tahun 1262 M. pembangunan dan operasional observatorium itu melibatkan sarjana dari Persia dibantu astronom dari Cina. Teknologi yang digunakan di observatorium itu terbilang canggih pada zamannya. Beberapa peralatan dan teknologi penguak luar angkasa yang digunakan di observatorium itu ternyata merupakan penemuan dari Nashiruddin. Salah satunya yakni Kuadran Azimuth. Selain itu juga, dia membangun perpustakaan di observatorium itu, koleksi buku-bukunya terbilang lengkap, yakni terdiri dari beragam Ilmu-ilmu pengetahuan. Di tempat itu, Nashiruddin tak cuma mengembangkan bidang astronomi saja, dia pun turut mengembangkan filsafat dan matematika.

Di observatorium yang dipimpinnya itu, Nashiruddin Ath-Thusi berhasil membuat tabel pergerakan planet yang akurat. Kontribusi lainnya yang amat penting bagi perkembangan astronomi adalah kitab Zij-Ilkhani yang ditulis dalam bahasa Persia dan lalu diterjemahkan ke dalam bahasa arab. Kitab itu disusun setelah 12 tahun memimpin observatorium Maragha. Selain itu Nashiruddin juga berhasil menulis kitab terkemuka lainnya yang berjudul At-Tadhkira fi’ilm Al-hay’a (Memoar Astronomi). Nashiruddin mampu memodifikasi model semesta apisiklus Ptolomeus  dengan prinsip-prinsip mekanika untuk menjaga keseragaman rotasi benda-benda langit. Nashiruddin meninggal dunia pada tahun 672 H/1274 M di kota Baghdad, yang pada saat itu di bawah pemerintahan Abaqa (Pengganti Hulagu) yang masih mendapat dukungan sampai akhir hayatnya.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Hasan, Mustofa. 2015. Sejarah Filsafat Islam; Genealogi dan Transmisi Filsafat Timur ke Barat. Pustaka Setia. Bandung
 

Download

Baca Juga
1. Nasiruddin Ath-Thusi. Karya Filsafat
2. Nasiruddin Ath-Thusi. Filsafat Moral
3. Nasiruddin Ath-Thusi. Filsafat Jiwa
4. Nasiruddin Ath-Thusi. Tentang Metafisika dan Logika
5. Nasiruddin Ath-Thusi. Tentang Tuhan
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Nasiruddin Ath-Thusi. Riwayat Hidup"