Al-Hasan al-Basri. Karya dan Pemikiran

Karya dan Pemikiran Al-Hasan al-Basri
Al-Hasan al-Basri
Ahmad Ismail al-Basit, seorang ulama Yordania, membagi masa kehidupan al-Hasan atas tiga periode, yaitu: (1) periode tahun 21-42 H; (2) periode 43-53 H; dan (3) periode 53-110 H. Periode pertama merupakan periode kehidupan al-Hasan di Madinah. Pada masa ini ia banyak menimba ilmu, tidak hanya dari ibunya, melainkan juga dari sebagian sahabat. Pada periode kedua ia mulai melibatkan diri dalam berbagai peperangan dan penaklukan wilayah-wilayah baru. Pada saat yang bersamaan, ia juga banyak bertemu dengan para sahabat Nabi SAW dan menimba banyak ilmu dari mereka. Dalam periode ini pula ia menjadi sekretaris Rabi’ bin Ziyada al-Harisi (w. 53 H), seorang amir Sijistan, Khurasan (Persia). Periode ketiga ia habiskan waktunya di Basra untuk menyampaikan dan mengajarkan ilmunya.

Al-Hasan al-Basri menerima banyak hadis dari para sahabat dan para tabiin. Ibnu Hajar al-Asqalani menyebutkan bahwa al-Hasan masih sempat bertemu dengan Ali bin Abi Talib, Talhah bin Ubaidillah, dan Aisyah binti Abu Bakar. Ia menerima hadis riwayat beberapa sahabat dan perawi hadis lainnya, seperti Ubay binti Ka’b (w. 19 H), Sa’ide bin Ubadah, Umar bin Khattab, Ammar bin Yasir, Abu Hurairah, Usman bin Affan, Abullah bin Umar, Hamid at-Tawil, Yazid bin Abi Maryam, dan Mu’awiyah bin Abu Sufyan.

Untuk mengembangkan ilmu yang pertama diterimanya, ia membuka Madrasah al-Hasan al-Basri, yaitu sebuah forum khusus untuk berdiskusi dan bertukar pikiran dengan para murid. Di madrasah inilah ia mengajarkan berbagai ilmu keislaman. Di antara murid-muridnya ialah Wasil bin Ata (tokoh Muktazilah, w. 131 H), Amr bin Ubaid (tokoh Muktazilah, w. 145 H), Ma’bad al-Jahani (w. 80 H), Gailan ad-Dimasyqi (w. 105 H), dan Qatadah bin Di’amah as-Sadusi al-Basri (w. 118 H). Murid-murid yang lain ialah Hamid at-Tawil (ulama dan penghafal hadis, w. 143 H), Bakr bin Abdullah al-Muzani (seorang faqih Basra, w. 108 H), Sa’d bin Iyas (seorang ahli hadis Basra, w. 144 H), Malik bin Dinar (seorang ulama dan zuhud, w. 127 H), dan Muhammad bin Wasi’ al-Azadi al-Basri (ahli kiraat dan ulama Basra, w. 123 H).

Ia menyampaikan pesan-pesan pendidikannya melalui dua cara. Pertama, ia mengajak murid-muridnya untuk menghidupkan kembali kondisi masa salaf, seperti yang terjadi pada masa para sahabat Nabi SAW. kedua, ia menyeru murid-muridnya untuk bersikap zuhud dalam menghadapi kemewahan dunia. Zuhud menurut pengertiannya ialah tidak tamak terhadap kemewahan dunia dan tidak pula lari dari soal dunia, tetapi selalu merasa cukup dengan apa yang ada.

Dr. Abdul Mun’im al-Hifni, seorang ahli tasawuf Cairo, memasukkan al-Hasan al-Basri dalam kelompok sufi besar. Dengan mengutip pendapat Abu Hayan at-Tauhidi (seorang ahli tasawuf), ia mengatakan bahwa al-Hasan al-Basri adalah seorang zahid yang warak dan penasihat yang nasihatnya menyejukkan hati dan kalimatnya menyentuh akal. Tentang tasawuf, al-Hasan al-Basri berkata, “Barang siapa memakai tasawuf karena tawaduk kepatuhan) kepada Allah akan ditambah Allah cahaya dalam diri dan hatinya, dan barang siapa yang memakai tasawuf karena kesombongan kepada-Nya akan dicampakan-Nya ke dalam neraka”.

Kedalaman pengetahuan al-Hasan al-Basri mengenai tasawuf membuatnya cenderung untuk mengartikan beberapa istilah dalam agama Islam menurut pendekatan tasawuf. Islam, misalnya diartikan sebagai penyerahan hati dan jiwa hanya kepada Allah SWT dan keselamatan seorang muslim dari gangguan muslim lain. Orang beriman, menurutnya, adalah orang yang mengetahui bahwa apa yang dikatakan oleh Allah SWT, itu pulalah yang harus dikatakan. Orang mukmin ialah orang yang paling baik amalannya dan paling takut kepada Allah SWT, dan sekalipun ia menafkahkan hartanya setinggi gunung ia seakan-akan tidak dapat melihatnya (tidak menceritakannya). Para sufi, menurut pengertiannya, ialah orang yang hatinya selalu bertakwa kepada Allah SWT dan memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut: berbicara benar, menepati janji, mengadakan silaturahmi, menyayangi yang lemah, tidak memuji diri, dan mengerjakan yang baik-baik. Fakih, menurutnya ialah orang yang zahid terhadap dunia dan senang terhadap akhirat, melihat dan memahami agamanya, senantiasa beribadah kepada Tuhannya, bersikap warak, menjaga kehormatan kaum muslimin dan harta mereka, dan menjadi penasihat dan pembimbing bagi masyarakatnya. Sebagaimana sufi lainnya, al-Hasan al-Basri sangat takut terhadap siksaan Allah SWT. Abdul Mun’im al-Hifni menggambarkan bahwa al-Hasan al-Basri tampak seperti orang yang selalu ketakutan. Ia selalu merasa takut karena membayangkan bahwa neraka itu seakan-akan diciptakan oleh Allah SWT semata-mata untuk dirinya.

Pendapat al-Hasan al-Basri banyak ditemukan dalam berbagai kitab. Walaupun begitu, para ulama berbeda pendapat tentang ada tidaknya karya tulis yang ditinggalkan oleh al-Hasan al-Basri. Imam Muhammad Abu Zahrah (w. 1394 H), misalnya, berpendapat bahwa al-Hasan al-Basri tidak pernah meninggalkan satu kitab pun dan kita tidak pernah melihat adanya kitab yang ditulisnya, sedang pendapat-pendapatnya yang kita lihat sekarang ini disampaikan melalui riwayat para muridnya. Berbeda dengan Abu Zahrah, Ibnu Nadim berpendapat bahwa al-Hasan al-Basri pernah menulis buku tentang tafsir dan risalah tentang jumlah ayat yang berjudul al-‘Adad atau ‘Adad Ayi Al-Qur’an al-Karim (Jumlah Ayat-Ayat Al-Qur’an). Risalah-risalah yang pernah ditulisnya ialah: (1) al-Ikhlas (Keikhlasan); (2) risalah mengenai jawabannya terhadap Khalifah Abdul Malik bin Marwan; (3) risalah Fada’il Makkah wa as-Sakan fih (keutamaan Mekah dan Ketenangan di Dalamnya), yang menurut Ahmad Ismail al-Basit merupakan risalah satu-satunya (naskah aslinya telah diedit oleh Dr. Sami Makki al-Ani, guru besar kebudayaan Islam di Universitas Kuwait, dan telah diterbitkan pada 1980 oleh Maktab al-Fallah, Kuwait); dan (4) risalah Fara’id ad-Din (Kewajiban-kewajiban terhadap Agama) yang naskahnya masih tersimpan di Maktab al-Auqaf, Baghdad. Selain itu, di Maktabah Taimur, Cairo, masih terdapat beberapa manuskrip yang dinisbahkan kepada al-Hasan al-Basri. Manuskrip tersebut ialah Syurut al-Imamah (Syarat-Syarat bagi Pemimpin), Wasiyyah an-Nabi li Abi Hurairah (Wasiat Nabi Muhammad SAW kepada Abu Hurairah), dan al-Istigfarat al-Munqizat min an-Nar (Beberapa Istighfar yang Dapat Menyelamatkan dari Neraka).


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Suplemen Ensiklopedi Islam Diterbitkan Oleh PT. Ichtiar Baru Van Hoeve Jakarta Tahun 1996


Download

Baca Juga
Al-Hasan al-Basri. Biografi Pemikiran
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Al-Hasan al-Basri. Karya dan Pemikiran"