Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 1

Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 1
Perkembangan Psikologi
Dibandingkan dengan disiplin ilmu lain, psikologi termasuk ilmu yang relatif muda. Namun demikian, dalam lintasan sejarah psikologi, banyak para ahli telah menulis tentang psikologi. Pada zaman Yunani kuno, Plato dan Aristoteles dianggap sebagai pelopor besar dalam psikologi. Plato (427-347 SM) yang beranggapan jiwa manusia terbagi atas dua bagian, yaitu jiwa rohaniah dan jiwa badaniah. Jiwa rohaniah bersifat abadi, tidak pernah mati, sedangkan jiwa badaniah tidak.

Selanjutnya, tentang jiwa menurut Plato yang terkenal dengan konsepnya Trichotomi dalam diri manusia terdapat jiwa yang meliputi pikiran atau kecerdasan (di kepala), kemauan (di dada), dan nafsu/perasaan (di perut). Sedangkan Aristoteles (384-323 SM) lebih dikenal dengan Dichotomi, di mana jiwa meliputi kecerdasan dan kemauan.

Begitupun Saint Augustinus yang terpengaruh oleh gagasan Plato dalam bukunya Confessions, mengajarkan bahwa manusia terdiri dari jasmani dan rohani. Jasmani menjadi sumber kejahatan karena tubuh sebagai kurungan dari rohani. Sebaliknya, rohani tidak berzat dan memberi arah pada jasmani dan membentuk jasmani (Said, 1990: 15). Berbeda dengan Rene Descartes (1650) yang menandai adanya hubungan antara pikiran dengan badan sebagai satu interaksi yang terungkap dalam semboyannya cogito ergo sum atau saya berpikir karena itu saya ada (Russell, 2002: 740). Namun, dari semua ajaran-ajaran kejiwaan manusia masa lalu masih diwarnai oleh pemikiran filsafat yang spekulatif.

Ungkapan bahwa psikologi telah ada, tetapi sejarahnya hanya singkat adalah ungkapan yang dikemukakan pertama kalinya oleh Herman Ebbingause (1850-1909) dengan karyanya On Memory: An Investigation in Experimental Psychology (1885). Sejak itu ucapan tersebut sering dikutip oleh para ahli psikologi. Ebbinghaus adalah seorang psikolog Jerman pertama yang membuat suatu usaha mengkaji asosiasi (asosianisme)—teori yang mengemukakan bahwa pikiran tersusun atas beberapa elemen—biasanya mengacu pada sensasi-sensasi dan ide-ide secara ilmiah yang kemudian aliran ini menjadi kognitivisme hingga saat ini (Boerere, 2000: 269-278; Madsen, 1991: 119-120). Pada dasarnya, penelitiannya mencakup memorisasi suku kata yang tidak masuk akal (nonsense syllables) yang terdiri atas sebuah konsonan, vokal, dan konsonan lain, seperti rip, sip, rap, mum, dan seterusnya. Ia pun menulis artikel pertama tentang uji coba inteligensi terhadap anak-anak sekolah dan menemukan tes penyelesaian kalimat yang menjadi bagian dari tes Binet-Simon. Selain itu, ia mempublikasikan buku-buku teks tentang psikologi sehingga sejak tahun 1885 namanya menjadi makin populer.

Sebelumnya usaha studi ilmiah yang sistematis terhadap psikologi telah dibangun, sebagaimana dilakukan pada cabang ilmu lainnya, dapat dikatakan telah muncul pada pertengahan abad ke-19. Pada tahun 1875, Wlhelm Wundt (1832-1920) yang berhasil mendemonstrasikan sensasi dan persepsi di Leipzig, bersamaan waktunya dengan William James, psikolog Amerika Serikat yang mendirikan laboratorium di Harvard. Sehingga tahun itu dikenal sebagai tahun berdirinya psikologi eksperimental (Boeree, 2005: 292; Madsen, 1991: 116-117). Kemudian pada tahun 1879, Wundt menjadikan murid pertama yang lulus sebagai peneliti psikologi sejati, itulah tonggak bersejarah yang lain. Pada tahun 1881, ia membentuk jurnal Philosophische Studien. Momentum lainnya pada tahun 1883, ia memulai pelajaran pertama yang berjudul Psikologi Eksperimental, sedangkan pada tahun 1894, usahanya diberi penghargaan dengan membentuk secara resmi sebuah Institut Psikologi Eksperimental di Leipzig yang merupakan institusi psikologi pertama di dunia (Boeree, 2005: 292).

Sedangkan untuk pengukuran psikometrik diawali oleh Francis Galton (1822-1911), seorang ahli psikologi Inggris yang memiliki hobi mengukur sesuatu yang meluas bahkan ke latar belakang wanita yang dia temui dalam perjalanannya ke Afrika dengan menggunakan triangulasi akhirnya ia membuatnya dapat mengukur tingkat inteligensi. Pada tahun 1869, Galton mempublikasikan Hereditary Genius: An Inquiry into it’s Laws and Consequences yang berisikan pemaparan dan pendemonstrasian bahwa anak jenius cenderung menjeniuskan dirinya sendiri.

Pada tahun 1874, Galton membukukan English Men of Science: Their Nature and Nurture, yang didasarkan pada survei panjangnya kepada ribuan ilmuwan, hasilnya menunjukkan bahwa meskipun kepotensialan inteligensi itu jelas masih merupakan warisan, namun kecerdasan harus dipelihara agar tetap memiliki nutrisi kecerdasan yang penuh. Khususnya melalui pendidikan liberal yang diberikan oleh sistem sekolah Skotlandia yang masih jauh superior daripada sistem sekolah Inggris, yang sebenarnya sangat Galton benci (Boeree, 2005: 284).

Sekali lagi, perkembangan ilmu psikologi menjadi pesat, terutama setelah adanya pengaruh psikologi eksperimental Wilhelm Wundt pada tahun 1879, ia telah mendirikan laboratoriumnya di Universitas Leipzig, Jerman, terutama mengenai gejala-gejala psikis yang disadari (indra), seperti persepsi, reproduksi, ingatan, asosiasi, dan fantasi (Gerungan, 2000: 11). Wundt mengembangkan teori asosiasi tersebut melalui metode barunya yang eksperimental telah membawa ilmu psikologi lebih terkenal. Ia berpandangan bahwa dalam memahami gejala-gejala kejiwaan manusia, tidak dapat kita pandang proses-proses kejiwaan itu seperti suatu penjumlahan dari unsur-unsurnya, tetapi jiwa itu merupakan suatu kesatuan (keseluruhan) yang melebihi jumlah dari unsur-unsurnya. Namun, psikologi Wundt masih bertumpu pada introspeksi sebagai metode untuk mengkaji proses mental. Sebenarnya, metode tersebut berasal dari filsafat, tetapi Wundt telah menambahkan dimensi baru pada konsep itu, di mana pengamatan diri yang murni saja tidak cukup, harus ditambah lagi dengan eksperimen. Secara sistematis percobaannya membedakan beberapa dimensi fisik suatu stimulus, dan metode introspeksi digunakan untuk menentukan bagaimana perubahan fisik ini memodifikasi kesadaran (Atkinson, 1996: 442).


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Supardan, Dadang. 2008. Pengantar Ilmu Sosial; Sebuah Kajian Pendekatan Struktural. Bumi Aksara. Jakarta


Download

Baca Juga
1. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 2
2. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 3
3. Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 4
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Sejarah Perkembangan Psikologi Bagian 1"