Martin Seligman. Psikologi Positif

Psikologi Positif Martin Seligman
Martin Seligman
Perang Dunia II menimbulkan kesedihan mendalam bagi seluruh penduduk dunia. Pascaperang, berbagai penyakit mental seperti depresi, stres, dan trauma merebak. Hal ini menuntut para psikolog untuk fokus pada penyembuhan penyakit mental. Hanya saja, karena terlalu fokus pada upaya penyembuhan, para psikolog melupakan tujuan ilmu psikologi lainnya, yaitu mengidentifikasi dan mengembangkan potensi manusia agar hidupnya produktif serta bermakna. Pada dasarnya, manusia bukan hanya ingin sembuh dari penyakit-penyakit mental, tetapi juga selalu ingin mengeksplorasi potensi-potensinya untuk berkembang menjadi individu sempurna. Pemikiran inilah yang mendasari Seligman untuk mencetuskan psikologi positif.

Gagasan Seligman muncul tatkala ia sedang berkebun dengan anaknya. Sebenarnya, gagasan itu telah disebutkan di dalam buku Abraham Maslow berjudul Motivation and Personality (1945). Namun, Seligman berniat menjadikannya bangunan psikologi yang lebih kokoh. Maka, ia bersama anggota steering commitee American Psikological Association (APA), yaitu Mihaly Csikszentmihalyi, Ed Diener, Kathleen Hall Jamieson, Chris Peterson, serta George Vaillant mengembangkan psikologi positif. Secara resmi, psikologi positif diperkenalkan oleh Seligman pada 1998. Sebagai presiden APA, maka secara otomatis ia dinobatkan sebagai bapak psikologi positif.

Seligman menyatakan bahwa psikologi telah sukses dalam segi negatif daripada positif. Psikologi lebih banyak membahas penyakit mental serta kelemahan-kelemahan manusia daripada potensi, kebaikan, serta pencapaian. Artinya, psikologi seperti telah membatasi hanya menggunakan setengah dari haknya untuk menilai. Sementara itu, setengah bagian lagi telah diabaikan sekian lama. Oleh karena itu, Seligman tertarik untuk menjadikan psikologi positif memiliki basis yang mapan sekaligus mencapai puncak momentum sebagai aliran baru dalam ilmu psikologi.

Seligman mengartikan psikologi positif sebagai studi ilmiah yang mempelajari kekuatan dan kebajikan sehingga memungkinkan individu atau komunitas dapat berkembang dengan cepat. Psikologi positif melihat minat manusia dalam mencari tahu hal-hal yang dikatakan berhasil, benar, dan baik. Dengan demikian, psikologi positif adalah studi ilmiah tentang fungsi optimal manusia yang bertujuan menemukan dan mempromosikan faktor-faktor pendorong individu dan masyarakat untuk maju dan berkembang.

1. Premis psikologi positif
Psikologi positif berangkat dari premis bahwa manusia pada dasarnya happy (ceria). Dalam hal ini, kehadiran ilmu psikologi hanya sekedar untuk menguatkan perasaan positif tersebut. Pertanyaannya, bagaimana cara mengetahui seseorang itu optimis atau pesimis? Menurut Seligman, elemen optimisme dapat ditebak dari cara seseorang menjelaskan kejadian—entah itu baik atau buruk—yang menimpa dirinya. Ia mengenal dua tipe penjelasan.
a. Permanence
Orang pesimis selalu menjelaskan peristiwa buruk yang menimpa dirinya sebagai sesuatu yang permanen. Misalnya, seseorang berkata, Saya selalu tidak berhasil menjadi entrepreneur, atau Saya tidak pernah lulus ujian. Kata selalu atau tidak pernah merupakan sesuatu yang permanen. Orang pesimis cenderung suka menggunakan kalimat semacam itu, baik secara terbuka maupun di dalam hati.

Sebaliknya, orang optimis akan memandang kejadian buruk yang menimpanya sebagai sesuatu yang bersifat temporer atau sementara. Misalnya, seseorang berkata, Ilmu psikologi memang sulit, tetapi bukan tidak mungkin bagiku untuk menguasainya, atau Saya tidak berhasil dalam bisnis, tetapi itu lebih disebabkan kesalahan saya salah dalam memilih lokasi toko. Contoh kalimat bersifat temporer semacam ini membuat seseorang bisa melihat kejadian buruk sebagai sesuatu yang bersifat sementara—bukan permanen—sekaligus dapat dihindari di masa mendatang.

b. Pervasiveness
Orang pesimis cenderung memberikan penjelasan yang menggeneralisasi (pervasive) atas kejadian buruk di sekelilingnya. Misalnya, seseorang berkata, semua peraturan di perusahaan ini tidak fair, atau Semua buku motivasi itu hanya berisi sampah. Meskipun kesalahan yang ia temui hanya ada di suatu waktu atau disebabkan oleh satu orang, ia langsung menggeneralisasi terjadi di setiap waktu dan karena andil semua orang.

Sebaliknya, orang optimis akan memberikan penjelasan bernada spesifik (tidak general). Misalnya, seseorang berkata, Ada peraturan dalam hal uang lembur yang kurang pas, atau Buku motivasi yang sedang saya baca ini isinya tidak bagus. Penjelasan yang bersifat spesifik membuat seseorang dapat melihat bahwa sesungguhnya tidak semua dimensi di dalam suatu peristiwa itu merugikan. Sebab, pasti ada celah positif di balik beragam dimensi lainnya.

2. Tingkatan psikologi positif
Tingkatan psikologi positif dapat dibagi menjadi tiga.
a. Pada tingkatan subjektif, psikologi positif melihat subjektivitas atau emosi positif, seperti kebahagiaan, kepuasan, sukacita, relaksasi, dan keintiman cinta. Tingkatan subjektif juga mencakup bangunan pikiran tentang diri dan masa depan, seperti optimisme dan harapan yang dibangkitkan oleh energi perasaan, vitalitas, serta keyakinan.
b. Pada tingkatan individu, psikologi positif fokus pada ciri-ciri kebaikan individu yang terlihat setiap waktu, seperti keberanian, ketekunan, kejujuran, serta kebijaksanaan. Hal ini juga mencakup kemampuan untuk mengembangkan estetika sensibilitas, potensi kreatif, serta dorongan untuk mengejar keunggulan. Artinya, pada tingkat individu, psikologi positif berkaitan dengan kekuatan karakter.
c. Pada tingkatan kelompok atau masyarakat, psikologi positif memusatkan perhatian pada pembangunan, pembuatan dan pemeliharaan lembaga positif, pembangunan nilai-nilai sipil, serta penciptaan keluarga, lingkungan kerja dan masyarakat yang sehat. Psikologi positif dalam tingkat ini melihat bagaimana lembaga-lembaga dapat bekerja secara lebih baik untuk mendukung dan memelihara sisi-sisi positif semua warga negara.

3. Keutamaan dan kekuatan manusia
Menurut Seligman, manusia pada dasarnya memiliki enam kelompok keutamaan dan kekuatan.
a. Kebijaksanaan (pengetahuan)
Kebijaksanaan ialah penerapan fungsi kognitif manusia yang melibatkan rasa ingin tahu, mencintai pembelajaran, sikap kritis, terbuka, orisinal, kecerdasan secara praktis, serta kemampuan memahami perspektif berbeda serta mensinergikannya untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik.
b. Keprajuritan
Keprajuritan adalah keinginan kuat untuk mencapai tujuan hidup. Hal ini meliputi keberanian, ketabahan, kegigihan, integritas, kejujuran, serta sikap apa adanya.
c. Kemanusiaan (cinta)
Kemanusiaan berhubungan dengan kemampuan interpersonal dan juga friendship (pertemanan). Hal-hal yang meliputi kemanusiaan, di antaranya kebaikan, kemurahan hati, sikap bersedia membantu, mau dicintai, serta bersedia mencintai.
d. Keadilan
Keadilan berhubungan dengan hidup secara sehat di dalam masyarakat. Hal ini meliputi kepemilikan identitas kewarganegaraan, dedikasi tinggi, loyalitas, fairness (kesetaraan dalam memperlakukan orang lain), serta leadership (mempunyai jiwa kepemimpinan).
e. Pengelolaan diri
Pengendalian diri adalah proteksi dari kemungkinan buruk akibat perilaku diri sendiri. Hal ini antara lain mencakup kontrol diri, kehati-hatian, sifat rendah hati, serta pengampunan.
f. Transendensi
Transendensi ialah kemampuan menjalin hubungan dengan alam dan lingkungan. Hal ini meliputi penghargaan terhadap keindahan dan kesempurnaan, rasa syukur, optimisme, berorientasi ke depan, spiritualitas, kesatuan dengan alam bawah sadar, sifat pemaaf, menikmati hidup, serta bersemangat menyongsong masa depan.

4. Jalan kebahagiaan
Tujuan utama psikologi positif adalah pencapaian kebahagiaan. Adapun caranya ialah memahami tiga konsep utama kebahagiaan, kemudian memaksimalkan di dalam kehidupan. Pertama, mampu memahami dan memaknai setiap tindakan yang dilakukan. Kedua, mengetahui kekuatan-kekuatan potensial yang dimiliki diri sendiri. Ketiga, menggunakan kekuatan potensial tersebut untuk hal-hal yang positif serta membantu orang lain.

Dari konsep tersebut, Seligman kemudian menjelaskan tiga cara untuk mencapai kebahagiaan sebagai berikut.
a. Have a pleasant life and life of enjoyment
Untuk bahagia, seseorang harus memiliki hidup yang menyenangkan (have a pleasant life) dan penuh kegembiraan (life of enjoyment). Namun demikian, seseorang harus berhati-hati dengan jebakan hedonic treadmill (semakin mencari kenikmatan maka ia akan sulit merasa puas) serta habituation (kebosanan karena terus melakukan hal yang sama). Bagaimanapun juga, cara ini bisa sangat membahagiakan apabila diterapkan pada takaran yang tepat.

b. Have a good life and life engagement
Untuk bahagia, seseorang harus memiliki kehidupan yang baik (have a good life) dan hidup dalam kekhusyukan kegiatan. Dalam istilah Aristoteles, hal ini disebut eudaimonia. Adapun maksud eudaimonia ialah terlibat intim dalam pekerjaan, hubungan, dan kegiatan yang membuat seseorang mengalami hidup mengalir seakan-akan tidak merasakan apa pun karena sangat khusyuk.

Ciri-ciri orang yang hidupnya berada dalam kondisi mengalir adalah sebagai berikut.
1) Terlibat sepenuhnya pada sesuatu yang ia lakukan (fokus, konsentrasi, khusyuk)
2) Merasakan a sense of ecstasy (kondisi seperti berada di luar realitas sehari-hari)
3) Memiliki kejernihan luar biasa (benar-benar memahami hal yang harus dikerjakan serta cara mengerjakannya)
4) Menyadari bahwa tantangan pekerjaan yang sedang ia hadapi benar-benar dapat diatasi (keahlian yang ia miliki dirasa cukup memadai untuk mengerjakan tugas tersebut)
5) Merasakan kedamaian hati (tidak diliputi kekhawatiran dan merasakan sedang tumbuh melampaui egonya)
6) Terserap oleh waktu (waktu seakan-akan berlalu tanpa terasa), serta
7) Motivasi intrinsik (merasakan bahwa melakukan pekerjaan adalah sebuah hadiah yang cukup berharga)

c. Have a meaningful life and life of contribution
Untuk bahagia, seseorang harus memiliki semangat melayani orang lain sehingga hidupnya terasa penuh arti (have a meaningful life). Ia juga harus berusaha untuk memiliki kontribusi terhadap kehidupan (life of contribution). Hal ini dapat diraih hanya jika seseorang menjadi bagian dari organisasi atau kelompok tertentu. Ia harus merasa bahwa kehidupan memiliki makna yang amat tinggi dengan membantu orang lain daripada hidup untuk diri sendiri.

5. Metode terapi
a. Assessment
Ada dua tipe penilaian (assessment) yang digunakan oleh psikolog positif.
1) Human behavior
Yaitu mengukur kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan oleh individu. Misalnya, apa saja kebiasaan si A sehingga ia mengalami trauma dan tidak pernah bisa beranjak dari perasaan tersebut. Terapi ini dapat dilakukan dengan mengacu pada premis psikologi positif seperti yang telah dipaparkan di atas.
2) Experiences
Tipe penilaian dapat dilakukan dengan cara-cara berikut.
a) Mengukur kekuatan potensial individu
b) Mengetahui proses kesehatan, serta
c) Mengetahui cara pemenuhan kebutuhan serta hal-hal yang memengaruhi proses serta keterbukaan individu terhadap dunia luar

b. Teknik
Teknik terapi yang digunakan adalah sebagai berikut.
1) Menyadarkan klien akan kualitas-kualitas potensial yang dimilikinya sehingga ia dapat memanfaatkannya secara positif menuju kebahagiaan hidup.
2) Menyadarkan klien bahwa hidup ini sangat bermakna
3) Menyadarkan klien bahwa jalan kebahagiaan adalah dengan memberikan bantuan kepada orang lain
4) Menggunakan model terapi Albert Ellis sehingga diperoleh pemahaman klien mengenai kesalahannya

c. Peran terapis
Untuk terapi psikologi positif, terapis berperan sebagai motivator dalam memacu klien menggali potensi-potensi yang ada di dalam dirinya. Selain itu, terapis juga berperan sebagai pendamping klien dalam memandang dan memahami potensi tersebut. Dengan demikian, segala potensi dirinya dapat dimanfaatkan untuk tindakan positif dan mencapai kebahagiaan hidup.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik sampai Modern. IrcisoD. Yogyakarta


Download

Baca Juga
Martin Seligman. Biografi Psikolog
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Martin Seligman. Psikologi Positif"