Tabu

Pengertian Tabu
Tabu
Istilah tabu berasal dari bahasa Polinesia yang berarti terlarang. Secara spesifik, apa yang dikatakan terlarang adalah persentuhan antara hal-hal duniawi dan hal yang keramat, termasuk yang suci (misalnya, persentuhan dengan ketua suku) dan yang cemar (mayat). Sebenarnya pemikiran tabu tersebut secara antropologis berasal dari Emile Durkheim (1976), di mana pemisahan (disjungsi) antara yang cemar dan suci adalah batu penjuru agama, sementara ritual pada umumnya dimaksudkan untuk menciptakan solidaritas kelompok. Dalam perkembangannya proposisi tentang solidaritas kelompok tersebut Radclife-Brown (1952) menyatakan bahwa tabu menonjolkan dan memperkuat nilai-nilai yang penting dalam pemeliharaan masyarakat (Parry, 2000).

Ditinjau dari aspek historisnya, beberapa antropolog (Douglas, 1966; Chesterfield, 1975; Turner, 1969) menjelaskan latar belakang lahirnya tabu sebagai berikut.Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering melihat berbagai keganjilan dan anomali. Untuk mengatasi keganjilan dan anomali itu terdapat tiga kemungkinan berikut.
a. Ditindas dan dibasmi. Dalam banyak kebudayaan, jika terlahir anak kembar dianggap ganjil dan anomali karena mengaburkan batas-batas antara manusia dan hewan. Dalam anggapannya, manusia selalu dicirikan dengan kelahiran tunggal, sedangkan hewan berciri kelahiran jamak karena itu satu di antaranya harus dibunuh.

b. Anomali dianggap sesuatu yang jahat dan cemar. Sebagai contoh, hewan darat dibedakan menjadi binatang yang bercakar dan berkuku (belah). Binatang nomor dua inilah satu-satunya yang dagingnya halal dimakan manusia.

c. Anomali diterima sebagai mediator antara yang suci dan yang cemar atau antara alam dan budaya. Dengan demikian, makhluk pangolin yang tubuhnya bersisik dan memiliki ekor, seperti ikan serta memiliki sejumlah ciri antropomorfis yang beranak hanya satu adalah makhluk yang paling membingungkan, sama membingungkannya dengan manusia yang beranak kembar. Keduanya (pangolin dan manusia yang beranak kembar) menjadi penengah antara alam dan budaya, serta menjadi fokus bagi kelompok-kelompok yang menjaga perburuan dan kesuburan (Parry, 2000:1081).


Ket. klik warna biru untuk link

Download di Sini

Materi Sosiologi SMA
1. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.1 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
2. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.2 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
3. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.3 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
4. Materi Sosiologi Kelas XII. Bab 4. Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum 2013)
5. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.1 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
6. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.2 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
7. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.3 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
8. Materi Sosiologi Kelas XII Bab 4.4 Kearifan Lokal dan Pemberdayaan Komunitas (Kurikulum Revisi 2016)
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Tabu"