Gordon Allport. Struktur Individu

Struktur Individu Gordon Allport
Gordon Allport
a. Kepribadian
Kepribadian adalah organisasi dinamis dalam individu atas sistem-sistem psikofisis yang menentukan penyesuaian dirinya yang khas terhadap lingkungan. Definisi ini memang cenderung teknis dan sulit dipahami oleh kebanyakan orang. Akan tetapi, dengan membahas satu per satu istilah pada definisi ini, maksud Allport dapat ditangkap dengan jelas.

Istilah organisasi dinamis menunjukkan bahwa kepribadian adalah semacam organisasi antara badan dan jiwa yang selalu berkembang sekaligus berubah. Istilah psikofisis menunjukkan bahwa kepribadian bukanlah semata-mata berhubungan dengan mental, tetapi juga kerja tubuh (fisiologis) dan jiwa (neural) dalam kesatuan pribadi. Istilah menentukan menjelaskan bahwa kepribadian terdiri dari kecenderungan-kecenderungan yang memainkan peranan aktif dalam tingkah laku individu. Sedangkan istilah khas menunjukkan bahwa kepribadian antara satu individu dengan yang lain tidak sama dalam arti sangat unik.

Menurut Allport, kepribadian manusia diproduksi oleh hereditas (sifat keturunan dari orang tua) dan lingkungan hereditas, yaitu tempat di mana sifat keturunan itu tumbuh dan berkembang. Lingkungan hereditas mencakup fisik, inteligensia, serta temperamen (fluktuasi dan intensitas mood). Faktor hereditas berfungsi sebagai bahan dasar yang nantinya dibentuk (dikuatkan atau dilemahkan) oleh lingkungan hereditas.

Seperti telah dijelaskan, konsentrasi Allport adalah pada psikologi individu yang matang dan sehat. Seseorang dikatakan memiliki kepribadian matang dan sehat apabila memiliki ciri-ciri berikut ini.
1) Memperluas eksistensi. Misalnya, seorang mahasiswa semester akhir berusaha memperluas pergaulannya. Dengan mengenal berbagai tipe manusia, wawasan dan orientasi masa depannya menjadi semakin luas. Dengan demikian, ia dapat mulai merencanakan sesuatu yang ingin ia lakukan demi masa depannya.
2) Berhubungan hangat. Mahasiswa tingkat akhir—karena perkembangan wawasannya—tidak akan menutup diri. Ia akan selalu menjalin relasi yang hangat dan akrab dengan orang lain. Selain untuk memperluas pergaulan, ia juga pasti berusaha mendekati lawan jenis untuk membina keluarga di masa depan.
3) Menerima dengan lapang dada. Karena luasnya wawasan, mahasiswa tingkat akhir itu tidak akan membiarkan emosinya meluap-luap. Misalnya, jika putus cinta, ia akan lebih mampu mengendalikan diri dari melakukan tindakan-tindakan yang merugikan serta tidak mudah frustrasi dalam menghadapinya.
4) Pandangan realistis. Bilamana mahasiswa itu mengalami masalah, ia merasa harus dapat mengatasinya tanpa rasa panik. Ia sadar bahwa masalah harus dihadapi secara nyata. Tidak semestinya masalah di luar justru memperburuk suasana hati dan perasaan. Pandangan-pandangan yang realistis mengantarkannya dapat mengambil sesuatu yang baik baginya dan meninggalkan hal sebaliknya.
5) Objektivikasi diri. Mahasiswa itu sadar bahwa ia harus melakukan objektivikasi diri terhadap orang lain. Maksudnya, ia menempatkan diri di posisi orang lain. Dengan demikian, ia dapat berempati dan bersimpati kepada orang lain. Hal ini akan menjadikan orang lain menerima kehadirannya. Orang yang objektif pada umumnya menyukai humor dan suka cita karena dapat menyumbangkan kegembiraan kepada orang lain.
6) Mempunyai filosofi hidup. Mahasiswa tersebut sudah menjadi orang dewasa sehingga pasti telah memiliki pegangan, yakni filosofi hidup. Dengan filosofi itulah ia menjalani kehidupan di dunia. Filosofi itu pula yang mendorongnya menjadi diri autentik. Filosofi ini dapat berasal dari agama dan sebagainya.

b. Watak
Kadang kala watak (karakter) disamakan dengan kepribadian. Padahal, Allport memandang watak dan kepribadian sebagai dua konsep yang berbeda. Watak adalah kepribadian yang dievaluasi. Adapun kepribadian ialah watak yang dievaluasi. Menurut Allport, watak adalah norma tertentu yang didasarkan pada nilai dari perbuatan individu. Karena berhubungan dengan nilai, watak berhubungan dengan baik dan buruk. Misalnya, orang-orang akan mengatakan individu yang jahat berwatak buruk. Sebaliknya, individu dikatakan berwatak baik jika tidak jahat. Dengan demikian, watak adalah suatu konsep etis dari perilaku.

c. Temperamen
Menurut Allport, temperamen adalah gejala karakteristik dari emosional individu. Temperamen juga berkaitan dengan mudah tidaknya individu terkena rangsangan emosi; kekuatan serta kecepatannya bereaksi terhadap stimulus; serta kualitas kekuatan, fluktuasi, dan intensitas suasana hati. Gejala ini bergantung pada faktor konstitusional (segi-segi biologis dan fisiologis) karena sebagian besar berasal dari keturunan (hereditas).

Temperamen sedikit sekali mengalami perubahan dalam perkembangan individu. Hal ini bukan berarti temperamen tidak dapat diubah. Hanya saja, seseorang membutuhkan tenaga yang kuat dan banyak waktu agar dapat mengubahnya. Harus diakui bahwa sesuatu yang diturunkan dan bersifat konstitusional sangat sulit diubah. Sekalipun berubah, biasanya hanya sedikit dan tidak menyeluruh.

d. Sifat
Allport punya perhatian khusus terhadap sifat (traits). Sebab, ia menganggap sifat manusia sebagai fondasi fundamental dari kepribadiannya sekaligus tendensi dari determinasi atau predisposisi. Allport mengartikan sifat sebagai sistem neuropsikis yang digeneralisasikan dan diarahkan dengan kemampuan individu untuk menghadapi stimulus. Sifat juga memulai serta membimbing tingkah laku adaptif dan ekspresif secara sama.

Sifat memiliki beberapa karakteristik. Pertama, berdasarkan sifat nyata di dalam diri setiap manusia. Kedua, sifat menentukan atau menyebabkan perilaku, dalam arti tidak hanya muncul karena adanya stimulus. Ketiga, sifat dapat dibuktikan secara empiris dari perilaku. Keempat, sifat satu tidak terpisah dengan sifat lain dalam individu.

Allport juga membedakan antara sifat dengan kebiasaan (habit). Sifat dan kebiasaan sama-sama merupakan tendensi determinasi (ketetapan hati). Akan tetapi, sifat lebih umum daripada kebiasaan, baik dalam situasi maupun respons yang ada di dalamnya.

Selanjutnya, baik sifat maupun sikap (attitude) sama-sama merupakan predisposisi bersifat khas yang mengarahkan tingkah laku dan merupakan hasil dari faktor genetis dan belajar. Namun demikian, terdapat perbedaan di antara keduanya. Perbedaan yang mencolok adalah sikap berhubungan dengan suatu objek sedangkan sifat tidak demikian. Jadi, cakupan sifat lebih besar daripada sikap. Namun, semakin besar jumlah objek, maka sikap akan kian mirip dengan sifat. Sikap dapat berbeda-beda, dari hal khusus menjadi lebih umum. Sebaliknya, sifat selalu umum. Perbedaan berikutnya adalah sikap biasanya mengandung penilaian (menerima atau menolak) terhadap objek sedangkan sifat tidak seperti itu.

Allport juga membedakan sifat dan tipe (type) berdasarkan sejauh mana keduanya dapat dikenakan pada individu. Tipe adalah konstruksi ideal oleh seorang pengamat (orang lain) terhadap individu. Setiap individu dapat disesuaikan ke dalam tipe-tipe tertentu yang khas. Namun, ketika pengamat melihat individu dengan tipe-tipe, ia akan melupakan sifat-sifat individual itu sendiri. Artinya, ketika misalnya seseorang berkata, Si A bertipe begini dan si B memiliki tipe begitu, maka pada saat yang sama ia sedang melupakan sifat-sifat si A dan si B.

Sifat dapat mencerminkan keunikan pribadi individu sedangkan tipe justru menyembunyikannya. Bagi Allport, tipe menunjukkan suatu konstruksi buatan yang tidak begitu cocok dengan kenyataan individu. Di sisi lain, sifat adalah cerminan sejati dari apa yang benar-benar ada di dalam diri individu.

Tipe merangkum dan menggambarkan kombinasi traits, habit, attitude yang secara teoretis dapat ditemukan dalam diri seseorang. Misalnya, siswa mempunyai sifat (trait) pasif berupa menolak mengikatkan diri dengan lingkungan eksternal, kebiasaan (habit) menyendiri, serta sikap (attitude) tidak ramah dan kurang bisa bergaul. Orang-orang kemudian menggolongkan siswa tersebut sebagai orang bertipe introver (tertutup). Jadi tipe adalah kombinasi dari banyak dasar kepribadian. Sementara itu, sifat hanyalah salah satu dasar kepribadian.

1) Kategori sifat
Oleh Allport, sifat-sifat yang ada di dalam diri setiap individu dibedakan ke dalam dua kategori berikut ini.
a) Personal traits, yaitu sifat yang konkret, mudah dikenali, dan konsisten pada diri individu. Personal traits dapat menggambarkan karakter asli individu. Pada kenyataannya, tidak ada dua individu yang memiliki personal traits yang sama persis.
b) Common traits, yaitu sifat yang merupakan bagian dari budaya. Common traits dapat dipahami dan dimiliki oleh hampir semua orang yang hidup di dalam lingkungan budaya tersebut. Common traits merupakan hasil dari dorongan sosial untuk berperilaku dengan cara tertentu. Seperti sifat liberal, konservatif, dan sebagainya.

2) Disposisi (penempatan) sifat
Dalam hubungannya dengan disposisi (penempatan) sifat pada diri setiap individu, Allport membagi menjadi tiga kategori berikut.
a) Disposisi kardinal (sifat pokok), yakni sifat yang sangat dominan di dalam diri setiap individu dan menggambarkan hidupnya. Hal ini mengingat perilaku individu diatur oleh sifat ini. Karena merupakan sifat pokok, disposisi kardinal dapat ditemukan hampir di setiap kegiatan individu. Misalnya, seorang yang religius sifat-sifat dirinya senantiasa memancar dari ketekunannya menjalankan ibadah serta berbuat baik kepada sesama manusia. Menurut Allport, hanya sedikit orang yang mengembangkan sifat pokok. Kalaupun ada, biasanya sifat itu baru dikembangkan di usia paruh baya.
b) Disposisi sentral (sifat sentral), yakni sifat yang mudah ditandai pada diri individu karena mempunyai kecenderungan kuat, khas, dan sering difungsikan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang yang menyukai dunia ilmiah sering kali disifati pandai. Sebaliknya, seseorang yang sukanya berleha-leha disifati pemalas.
c) Disposisi sekunder (sifat sekunder), yakni sifat yang berfungsi secara terbatas dan kurang menentukan deskripsi kepribadian individu. Sifat ini hanya muncul jika ada stimulus yang cocok dengan situasi individu. Sifat sekunder tidak terlalu jelas dan kurang konsisten karena bersifat situasional. Misalnya, seseorang mudah marah jika orang lain mencoba menggelitik dirinya. Padahal, ketika tidak digelitik, ia sangat periang dan hampir tidak pernah marah.


Ket. klik warna biru untuk link


Sumber
Irawan, Eka Nova. 2015. Pemikiran Tokoh-tokoh Psikologi; dari Klasik sampai Modern. IrcisoD. Yogyakarta


Download

Baca Juga
1. Gordon Allport. Biografi Psikolog
2. Gordon Allport. Psikologi Kepribadian Individu
3. Gordon Allport. Perkembangan Individu
Aletheia Rabbani
Aletheia Rabbani “Barang siapa yang tidak mampu menahan lelahnya belajar, maka ia harus mampu menahan perihnya kebodohan” _ Imam As-Syafi’i

Post a Comment for "Gordon Allport. Struktur Individu"